Hak Veto: Penghambat Dewan Keamanan PBB Dalam Menjalankan Perannya Menjaga Perdamaian Dan Keamanan Internasional

Edukasi68 Dilihat

Sarmila Novita 

Mahasiswi Hubungan Internasional UIN Jakarta

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) adalah badan penting yang berwenang untuk menegakkan perdamaian dan keamanan internasional. Akan tetapi, hingga saat ini DK PBB belum bisa dikatakan optimal dalam menjalankan perannya. Penghambat utama yang menyebabkan belum optimalnya DK PBB ini adalah adanya hak veto yang tidak demokratis yang dimiliki dari lima anggota tetap DK PBB. Penyimpangan kekuasaan hak veto dalam DK PBB ini menimbulkan beberapa tuntutan untuk melakukan reformasi.

DK PBB merupakan badan penting di PBB yang beranggotakan lima belas negara, yang mana lima negara merupakan anggota tetap dan sepuluh sisanya merupakan anggota tidak tetap, yang posisinya dirotasi setiap dua tahun sekali. Negara anggota tetap DK PBB memiliki sebuah hak istimewa atau hak veto yang hanya dimiliki oleh lima negara yaitu Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Inggris dan China. Hak veto adalah hak untuk membatalkan suatu rancangan resolusi yang telah diputuskan oleh hasil voting suara terbanyak anggota DK PBB. Hal ini diatur dalam pasal 27 UN Charter, suatu keputusan yang akan diambil harus berdasarkan putusan kelima anggota tetap tersebut. Oleh sebab itu, keberadaan hak veto seringkali mendapat kritikan dari masyarakat internasional karena disalahgunakan untuk kepentingan negara pemegang hak veto.

Mirisnya, selama hampir delapan dekade DK PBB beroperasi, anggota tetap lebih sering menggunakan kekuasaan hak veto mereka untuk kepentingan nasional mereka sendiri.  Keberadaan hak veto ini juga secara tidak langsung memberikan proteksi kepada negara-negara anggota tetap untuk mengamankan kepentingan nasionalnya dari segala gangguan. Penggunaan hak veto yang seperti itu tentunya bersebrangan dari alasan awal pembentukan DK PBB yang terdapat dalam Piagam PBB dan juga mencegah PBB mengambil tindakan langsung terhadap salah satu anggota pendiri utamanya.

Penyalahgunaan hak veto sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasional negara anggota tetap dapat terlihat salah satunya pada kasus jatuhnya pesawat Malaysia Airlines di Ukraina.  Penembakan Malaysia Airlines yang disengaja merupakan ancaman bagi berlangsungnya perdamaian dan keamanan internasional. Beberapa negara di DK PBB kemudian mengusulkan draft resolusi untuk keperluan pengusutan kasus tersebut dengan membentuk lembaga peradilan khusus. Namun, Rusia melakukan veto draft resolusi nomor S/2015/562 tersebut karena Rusia menganggap persoalan itu merupakan kasus kecelakan pesawat biasa dan tidak mengganggu kestabilan internasional sehingga tidak perlu membentuk lembaga tertentu. Pada akhirnya, draft resolusi itu tidak dapat diadopsi oleh DK PBB dan tentunya merugikan Malaysia. Hal ini tentunya mengambat DK PBB melakukan peran utamanya.

Akibat dari penyalahgunan kekuasaan yang dilakukan oleh negara pemegang hak veto tersebut membuat negara-negara anggota PBB yang tidak memiliki hak veto berusaha melakukan reformasi terhadap DK PBB. DK PBB dituduh tidak merepresentasikan kepentingan banyak negara karena terlalu fokus pada negara pemegang hak veto. Memang, jika dilihat, selama ini anggota tetap DK PBB terlalu sering menjadikan hak veto sebagai alasan untuk terlibat dalam konflik internasional dengan mengatasnamakan menjaga stabilitas keamanan internasional. Padahal bukannya menjaga keamanan internasional, para negara anggota tetap DK PBB ini malah sering kali memperburuk kondisi konflik yang ada.

Jika mekanisme hak veto ini terus berlanjut, DK PBB akan terus mengalami kegagalan dalam menjaga stabilitas keamanan internasional. Selain itu, kepentingan negara-negara bukan pemegang hak veto akan selalu kurang terepresentasikan. Seharusnya reformasi DK PBB disegerakan agar keadaan ketidakadilan ini tidak berlanjut. Sebab, dikhawatirkan apabila mekanisme hak veto DK PBB terus ada, ditakutkan akan menjadi faktor penyebab kembali munculnya konflik besar di dunia internasional, mengingat potensi kekuatan negara anggota tidak tetap seperti Jerman dan Jepang yang tidak bisa diabaikan.