oleh

Lawan Efisiensi Neo-Liberal yang Memangkas Dana Pendidikan dan Membiayai Militerisasi serta Perampasan Tanah!

Salam Primnas!

Salam hormat dan bangga kepada Mamang-Bibi Keluarga Mahasiswa Cibaliung (Kumaung) dan kawan-kawan seperjuangan di manapun berada!

Meski Anggaran Beasiswa (KIPK, BPI, ADIK, dll.) Diusulkan Tidak Jadi Dipangkas, Biaya Kuliah Tetap Naik

Sebagaimana yang telah kita ketahui, kebijakan efisiensi anggaran yang dilancarkan oleh rezim boneka Prabowo-Gibran melalui Instruksi Presiden No 1 Tahun 2025, diikuti dengan Surat Edaran (SE) Mentri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementrian/Lembaga (K/L) telah menimbulkan amarah rakyat. SE tersebut memerintahkan 136 dari total 152 K/L untuk memangkas anggarannya dengan total target pemangkasan mencapai Rp306 triliun. Menurut Kemenkeu Sri Mulyani, pemangkasan tersebut dimaksudkan untuk mendukung program-program “prioritas”, seperti “ketahanan pangan” dan “Makan Bergizi Gratis (MBG)”. Kebijakan anti rakyat tersebut telah menimbulkan banyak masalah: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terancam tak bisa menjalankan pengawasan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berpotensi tak dapat menjalankan tugasnya, menurunnya akurasi prediksi bencana alam oleh BMKG sebesar 70%, pemotongan anggaran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebesar Rp2,07 Triliun, Ombudsman yang tak dapat menjalankan kegiatan operasional, hingga dirumahkan dan diberhentikannya karyawan-karyawan TVRI dan RRI.

Anggaran untuk pendidikan termasuk salah satu anggaran yang paling banyak dipangkas. Pagu Anggaran Kemendikti Saintek yang awalnya mencapai Rp57,6 triliun, dipangkas 39% menjadi Rp35,1 triliun. Biaya Opersional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (BPPTNBH) dipotong 50% (Rp 4,194 triliun), Bantuan Kelembagaan PTS dipotong 50% (Rp182 miliar), KIP-K dipotong 9% (Rp1,3 Triliun, artinya 663 ribu dari 844 ribu penerima KIP on-going terancam berhenti dan tak ada penerimaan mahasiswa KIP baru di 2025), Tunjangan Dosen non-PNS dipotong 25% (Rp676 miliar), Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK) dipotong 10%, Beasiswa Dosen dan Tendik dipotong 25%, dan masih banyak lagi. Sementara itu, Kemendikdasmen yang pagu anggaran awalnya adalah Rp33,5 Triliun, rencananya akan dipotong 21% menjadi hanya Rp25,5 triliun. Termasuk dalam pemotongan ini adalah program kualitas pengajaran dan pembelajaran tenaga didik serta PAUD, SD, dan sekolah mengengah sebesar 80%. Anggaran program wajib belajar juga dipotong sebesar 87%.

Rancangan efisiensi anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Pict: dok PN

Walaupun kemendikti dan kemendikdasmen telah mengusulkan restrukturisasi efisiensi pada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) agar beasiswa dan pendanaan pendidikan lain tidak dipotong, Bantuan Pendanaan PTNBH (perguruan tinggi negeri berbadan hukum) tetap diajukan untuk dipotong sebesar 8,48% (Rp711 miliar). Padahal, alokasi APBN bagi kampus-kampus PTN-BH sejak awal terus mengalami penurunan setiap tahunnya. PTN-BH adalah bentuk konkret privatisasi (swastanisasi) pendidikan sebab kampus berhak bahkan wajib membiayai dirinya sendiri dari peningkatan biaya kuliah, komersialisasi fasilitas, korporatisasi kampus, dan penurunan subsidi APBN. Mahasiswa kampus PTN-BH akhirnya terus terancam kenaikan UKT demi menutupi penurunan subsidi negara yang makin signifikan. Selain itu, Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang menetapkan seluruh PTN harus menjadi PTN-BH dalam jangka waktu 8 tahun, juga telah masuk dalam Prolegnas 2025.

Selain itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), juga telah disetujui Baleg DPR sebagai usulan inisiatif DPR. Dalam Revisi UU Minerba tersebut, kampus diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan dalih untuk pembiayaan operasional perguruan tinggi. Hal tersebut tentu akan memunculkan sejumlah persoalan: penyimpangan tri dharma perguruan tinggi, keterlibatan kampus dalam perusakan lingkungan, ketegangan antara tujuan komersial dengan misi akademik, dan lain sebagainya.

Efisiensi Anggaran, Revisi UU Sisdiknas, dan Revisi UU Minerba Memperparah Liberalisasi, Privatisasi, dan Komersialisasi Pendidikan

Pada akhirnya, Efisiensi Anggaran, Revisi UU Sisdiknas, dan Revisi UU Minerba, menunjukkan kepada kita bahwa arah kebijakan pendidikan nasional akan terus menerus melanggengkan bahkan memperparah liberalisasi (pelepasan tanggung jawab negara), privatisasi (swastanisasi), dan komersialisasi (bentuk konkret liberalisasi dan privatisasi) pendidikan di Indonesia. Liberalisasi dan swastanisasi pendidikan adalah bagian dari proyek haluan ekonomi neo-liberalisme milik imperialis AS yang dipromosikan melalui lembaga-lembaga finansialnya untuk menghapuskan tanggungjawab negara dalam pasar bebas, menyerahkan semua mekanisme pasar pada korporasi dan melakukan swastanisasi perusahaan-perusahaan milik negara, serta menghapuskan regulasi pemerintah atas pasar. Bagi Neoliberalisme, Rakyat dan perusahaan negara tak berhak disubsidi, karena akan mengganggu akumulasi kapital mereka.

Sementara itu, BPS Per 2023 menyebutkan, Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi hanyalah 33%, yang berarti hanya 31,45% dari total populasi yang belajar di perguruan tinggi. Sementara itu, Per 2024, Angka Partisipasi Murni (APM) Perguruan Tinggi menurut kuantil pengeluaran dan klasifikasi desa Statistik Pendidikan, hanya 1 dari 10 anak kaum tani Indonesia yang berkuliah; hanya 2 dari 10 anak kelas buruh Indonesia yang berkuliah. Artinya, saat ini Pendidikan Indonesia yang liberal, privat, dan komersial, tak dapat diakses oleh semua tenaga produktif bangsa. Apalagi, jika efisiensi anggaran yang memotong Bantuan Pendanaan PTN-BH dan proyeksi transformasi PTN ke PTN-BH tidak dibatalkan. Maka, pendidikan Indonesia akan semakin jatuh ke kubangan liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan.

Skema Efisiensi Anggaran Neoliberalisme oleh Rezim Prabowo akan Melanggengkan Militerisasi dan Perampasan Tanah

Sebagaimana disampaikan di awal, bahwa pemangkasan anggaran dimaksudkan untuk mendukung ketahanan pangan dan MBG. Dalam dokumen rancangan akhir Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJPN) 2025-2045 keluaran Kementerian PPN/Bappenas, selama 2025-2026 pemerintah berencana untuk memasifkan industri ekstraktif (perhutanan, perkebunan, pertambangan, sumberdaya laut). Program ini (yang biasanya ditampilkan dengan jargon “hilirisasi” dan “ketahanan pangan” termasuk “food estate”) berarti meningkatkan penghisapan semi-feodal pada kaum tani, nelayan, dan suku bangsa minoritas dengan memastifkan perampasan tanah oleh negara.

Untuk mendukung program yang akan menggusur tanah ini (hilirisasi dan ketahanan pangan), Prabowo akan memobilisasi kepolisian dan TNI. TNI telah dilibatkan sejak lama dalam proyek pembukaan lahan food estate dan program MBG di berbagai wilayah, kepolisian juga telah mentargetkan program ketahanan pangannya sendiri. 5 Komando Distrik Militer (kodim) baru akan dibangun di Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Kepulauan Riau, serta Lampung dan Bengkulu; 5 kodam baru ini dilengkapi dengan perangkat-perangkat pembukaan lahan.

Dengan dalih efisiensi demi mendukung food estate dan MBG yang tidak memangkas Kementerian Pertahanan, Kepolisian, Badan Intelejen Negara, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), serta pelibatan militer dalam semua program dan proyek “strategis”, memperterang arah kebijakan rezim Prabowo kedepan. Semua pemangkasan anggaran ini akan mengalir pada kantong-kantong Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, untuk menjalankan perampasan tanah, pemotongan upah, pencabutan jaminan sosial, dan pemberangusan demokrasi di Indonesia demi kepentingan imperialis dan tuan tanah besar. Di lapangan pendidikan yang dipotong subsidinya, akan menaikkan biaya kuliah, sivitas akademika dengan IUP akan dipaksa terlibat dalam perampasan tanah dan pembangunan industri terbelakang sebagai solusi palsu mahalnya biaya kuliah.

Reforma Agraria Sejati dan Industrialisasi Nasional adalah Jalan Keluar Defisit APBN di Indonesia Hari Ini

Saat ini, Pendapatan Negara 2025 yang berjumlah Rp3.005,1 T, bersumber dari Perpajakan sebesar Rp2.490,9 T (82,89%), PNBP sebesar Rp513,6 T (17,09%), dan Hibah sebesar Rp0,6 T (0,02%). Sementara itu, belanja negara mencapai Rp3.621,3 T. Artinya, APBN defisit sebesar Rp616,2 T. Untuk menutup defisit itu, pemerintah akan melakukan Pembiayaan Anggaran yang bersumber dari Utang sebesar Rp775,9 T, Investasi sebesar Rp(154,5) T, dan Pinjaman sebesar Rp(5,4) T. Defisit APBN ini tentunya merupakan salah satu alasan pemerintah dalam mengefisiensikan anggaran. Padahal, defisit APBN tidak akan mampu diselesaikan dengan pemotongan anggaran, apalagi dalam kabinet gemuk yang sejak awal dibangun Prabowo. Efiensi yang yang salah sasaran telah menunjukkan ketidakmampuan negara menyelesaikan krisis sistem Setengah Jajahan dan Setengah Feodal (SJSF) yang berkuasa sejak KMB 1949 hingga hari ini. Selama sistem SJSF (dominasi imperialisme dan monopoli feodalisme, serta berkuasanya kapitalis-birokrat) masih dipertahankan, defisit APBN dan inefisiensi anggaran akan langgeng.

Pada tahun 2025, hutang jatuh tempo Indonesia mencapai angka Rp800,33 Triliun. Hutang luar negeri adalah pelimpahan krisis imperialisme AS yang dipaksakan oleh lembaga finansial internasionalnya kepada negeri jajahannya, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, selama imperialisme berkuasa, hutang luar akan terus niscaya. Selain itu, saat ini industri Indonesia masih didominasi kepemilikan asing dan bergantung pada impor, membuat ekonomi nasional menjadi rapuh. Masifnya monopoli tanah dalam bentuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan skala besar juga membuat sumber daya alam (SDA) Indonesia tidak produktif. Akibatnya, terjadi ketimpangan kepemilikan tanah, harga-harga komoditi pertanian yang tidak stabil, biaya produksi yang tinggi, dan ketiadaan jaminan sarana produksi. SDA Indonesia hanya menjadi komoditas ekspor yang dijalankan dengan modal asing, tanpa pengolahan dan penambahan nilai, yang juga membawa ekses kerusakan ekologis amat parah. Dominasi imperialisme dan feodalisme itu hanya mampu bertahan dengan legitimasi kapitalis birokrat, yang mengakumulasi keuntungan bagi pribadi, keluarga, dan klik pendukungnya, melalui berbagai bentuk pemborosan anggaran dan pemekaran pos-pos keuangan lewat lembaga-lembaga negara.

Keadaan tersebut menunjukkan betapa mendesaknya reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional. Reforma agraria sejati merupakan penghapusan monopoli tanah dan membagikannya pada kaum tani miskin dan buruh tani secara cuma-cuma. Land reform akan menghancurkan monopoli tanah sebagai hambatan produktifitas kaum tani untuk menciptakan surplus dan kedaulatan pangan rakyat Indonesia. Reforma agraria sejati adalah pondasi bagi pembangunan industri nasional untuk melahirkan modernisasi pertanian, sekaligus menjadi syarat mutlak bagi kemajuan tenaga produktif di pedesaan.

Hasil-hasil land reform akan diakumulasi menjadi pembentukan kapital dalam negeri secara mandiri, tanpa bantuan kapital finans asing. Pembentukan kapital tersebut akan mendorong pembangunan industri yang terencana sesuai kebutuhan nasional. Pembangunan industri nasional sekaligus memutuskan ketergantungan kapital, alat kerja, sarana produksi pertanian hingga tujuan produksi pertanian yang tidak diabdikan pada kepentingan imperialisme. Terbentuknya industri nasional mandiri akan memobilisasi seluruh rakyat untuk bekerja sehingga tidak ada satu pun rakyat menganggur. Selain itu, rakyat mendapatkan subsidi yang besar bagi pemenuhan kebutuhan pokok. Sistem Pendidikan juga akan memiliki modal yang besar, sehingga menghapus sistem pendidikan yang komersial dan privat. Demikianlah reforma agraria sejati dan industri nasional menjadi jalan keluar problem masyarakat Indonesia.

Atas semua keadaan ini, Keluarga Mahasiswa Cibaliung (Kumaung) sebagai organisasi massa mahasiswa Cibaliung, yang mengabdi kepada kepentingan mahasiswa dan rakyat Cibaliung khususnya dan Indonesia pada umumnya, menyerukan kepada seluruh anggota Kumaung, pemuda mahasiswa, dan sivitas akademika, untuk bersatu bersama rakyat, terutama klas buruh dan kaum tani dalam menuntut:

  1. Naikkan anggaran pendidikan, batalkan seluruh pemangkasan! Cabut instruksi presiden nomor1 tahun 2025, kembalikan anggaran pendidikan ke pagu awal!
  2. Hentikan pembahasan RUU Sisdiknas, hentikan transformasi PTN-BLU menjadi PTNBH, cabut UU PT, permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 dan semua peraturan turunan yang melanggengkan liberalisasi dan privatisasi pendidikan!
  3. Tolak Izin Usaha Pertambangan (IUP) bagi perguruan tinggi dalam RUU Minerba!
  4. Anggarkan tunjangan kinerja dosen ASN pada APBN tahun anggaran 2025! Jamin kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan dengan upah dan tunjangan layak, serta jaminan kerja!
  5. Hentikan pelibatan aparat bersenjata dalam ruang sipil! Tolak militerisasi melalui pembangunan KODAM baru dan peningkatan anggaran militer-kepolisian, yang akan digunakan untuk melancarkan perampasan tanah rakyat!
  6. Tolak segala bentuk liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan! Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi pada rakyat, berbasis reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional!

Pendidikan adalah hak dasar dan konstitusional. Lawan segala hal yang memberangusnya!

“Kebenaran tidak turun dari langit, ia harus diperjuangkan agar tetap menjadi benar. Kita harus turun ke desa desa, mencatat sendiri semua gejala, menghayati persoalan, dan menciptakan perubahan yang nyata”.

Primordialisme Nasionalisme!

 

Hormat Kami,

Anggota Presidium Kumaung Pusat

Fahman Falahi

Sekretaris Presidium Kumaung Pusat

Abdul Azis

Ketua Presidium Kumaung Pusat

Muhamad Hafidudin