Salam Primnas!
Salam hormat dan bangga kepada Mamang-Bibi Kumaung dan kawan-kawan seperjuangan di manapun berada!
Selayang Pandang Hari Pelajar Internasional
Selama lebih dari 80 tahun, 17 November selalu diperingati sebagai hari pelajar internasional (International Student’s Day), untuk menghormati dan mengenang para mahasiswa di Cekoslowakia yang pertama kali menyuarakan penolakan terhadap penindasan Nazi. Peristiwa tersebut bermula dari 28 Oktober 1939, dengan semangat HUT kemerdekaan Cekoslowakia, mahasiswa dan rakyat Ceko melaksanakan aksi demonstrasi turun ke jalan untuk menentang pendudukan Nazi. Protes tersebut mendapatkan tindasan brutal dari tentara Nazi dengan tembakan yang dilepaskan ke arah kerumunan demonstran, yang membuat lima belas demonstran terluka dan menewaskan seorang tukang roti berusia 22 tahun bernama Vadclav Sedlacek, serta menewaskan seorang mahasiswa kedokteran Universitas Charles Praha bernama Jan Opletal dengan tujuh luka tembak.
Vaklav Sedlacek dimakamkan pada 4 November 1939 di Pemakaman Branik Praha dengan pengawasan ketat Nazi. Dan Jan Opletal meninggal seminggu kemudian. Prosesi pemakaman Jan Opletal pada 16 November 1939 diikuti oleh sekitar empat ribu orang yang berpawai dari Albertov ke Narodni Trida dan berlanjut ke Wenceslas Square. Acara do’a dan prosesi pemakaman yang hening tersebut segera berubah menjadi demonstrasi besar anti-Nazi. Nazi kemudian menutup semua lembaga pendidikan tinggi di Ceko. Pada dini hari 17 November 1939, tentara Nazi menyerbu asrama dan menangkap lebih dari 1.200 mahasiswa yang kemudian dikirim ke kamp kerja paksa dan kamp konsentrasi. Sembilan pemimpin demonstran yang terdiri dari delapan mahasiwa dan satu profesor dieksekusi mati tanpa proses pengadilan. Dari 1.200 mahasiswa, sedikitnya 20 orang tidak selamat dari hukuman penjara.
Setahun setelah itu, Angkatan Darat Cekoslowakia di Inggris yang merupakan mantan pejabat mahasiswa, memutuskan untuk memperbarui Asosiasi Pusat Mahasiswa Cekoslowakia (USCS) yang telah dibubarkan oleh tentara Nazi. USCS didirikan kembali di London pada 17 November 1940. Setelah itu, sepanjang tahun 1941, USCS melakukan berbagai upaya untuk meyakinkan para mahasiswa dari negara-negara lain agar mengakui 17 November sebagai hari peringatan untuk memantik perlawanan terhadap Nazi serta perjuangan untuk demokrasi di semua negara. Akhirnya empat belas negara setuju dan menandatangani proklamasi berikut:
Kami, para mahasiswa di Inggris Raya dan wilayahnya, serta India, Amerika Utara dan Selatan, Uni Soviet, Belgia, Cekoslowakia, Prancis, Yunani, Tiongkok, Belanda, Norwegia, Polandia, Yugoslavia, dan semua negara merdeka, untuk menghormati dan mengenang para mahasiswa yang disiksa dan dieksekusi yang pertama kali menyuarakan penolakan terhadap penindasan Nazi dan mengutuk pendudukan tahun 1939, menyatakan tanggal 17 November sebagai Hari Pelajar Internasional.
Proklamasi tersebut kemudian dibacakan dan diterima pada 16 November 1941 oleh semua peserta, termasuk perwakilan dari semua pemerintah yang berada di pengasingan London. Setelah itu, 17 November selalu diperingati sebagai hari pelajar internasional oleh para pelajar dan mahasiswa di seluruh dunia.
Hari Pelajar Internasional 2024 ini harus kita jadikan sebagai momentum untuk mengenang dan menghormati para mahasiswa di Cekoslowakia tahun 1939 yang sudah dengah gagah dan berani melawan pendudukan Nazi. Tidak berhenti sampai disitu, peringatan tersebut harus kita jadikan sebagai momentum untuk memantik pemuda pelajar dan mahasiswa di Indonesia agar dapat belajar, bersatu, dan berjuang untuk merebut haknya atas pendidikan dan pekerjaan.
Pendidikan dan Pekerjaan sebagai Problem Pokok Pemuda
Pemuda adalah sektor/golongan masyarakat yang berusia 15-35 tahun. Pada 2023, BPS menyatakan bahwa pemuda berjumlah 64,16 Juta jiwa atau 23,18% (hampir seperempat) dari total jumlah penduduk Indonesia. Pemuda tersebar dalam berbagai kelas dan sektor, baik pemuda buruh/proletariat, pemuda tani, pemuda mahasiswa, dan lain-lain. Pemuda berkarakter aktif, dinamis, bermobilitas tinggi, dan cinta perubahan. Karena karekternya, pemuda berperan aktif dalam perjuangan rakyat Indonesia sejak masa kolonial, masa revolusi agustus 1945, masa fasis Orde Baru, masa Gerakan Demokratis 1998 (Reformasi), hingga saat ini. Dalam usia produktif ini, pemuda memiliki masa depan untuk bisa mengembangkan diri dengan membangun segala bidang. Dan untuk mengembangkan dirinya sebagai tenaga produktif, pemuda membutuhkan pendidikan dan pekerjaan.
Pendidikan adalah hak dasar dan konstitusional setiap Warga Negara Indonesia, yang mengajarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya sebagai modal untuk menjadi tenaga produktif yang memajukan kondisi rakyat Indonesia. Namun karena dominasi Imperialisme, pendidikan mengalami liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi. Liberalisasi berarti pelepasan tanggung jawab negara pada jaminan sosial rakyat melalui deregulasi (mengubah kebijakan) dan privatisasi (swastanisasi). Privatisasi adalah bentuk liberalisasi yang mengalihkan pendidikan pada sektor swasta yang komersial. Komersialisasi adalah bentuk konkret dari liberalisasi dan swastanisasi yang menjadikan pendidikan serta sarana-prasarana pendidikan sebagai komoditas.
Akhirnya, pendidikan semakin mahal, yang membuat rendahnya akses rakyat terutama dari kalangan klas buruh dan kaum tani. Per Desember 2023, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) menunjukkan, jumlah penduduk yang memiliki pendidikan hingga perguruan tinggi ada 18,74 juta jiwa atau hanya 6,68% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 280 juta jiwa. Berdasarkan data 10 tahun terakhir (selama pemerintahan Jokowi), biaya studi di masa depan diperkirakan akan naik 6,03% per tahun. Di sisi lain, kenaikan upah orang tua lulusan SMA ataupun universitas masing-masing hanya 3,8% dan 2,7% per tahun. Kenaikan parah biaya kuliah sejak 2012, berdampak pada tingginya angka putus kuliah. Menurut Statistik Pendidikan Tinggi, pada 2020, angka putus kuliah mencapai 480.449 dari 8,4 juta mahasiswa atau 7,09%. Pada 2021, angka putus kuliah mencapai 602.603 dari 8,9 juta mahasiswa. Hingga kini, banyak liputan mengenai meninggalnya mahasiswa dalam kondisi sedang berjuang memenuhi biaya kuliahnya.
Terlebih lagi, Orientasi politik pendidikan di Indonesia pun hanya melegitimasi kebijakan ekonomi, politik, budaya, dan militer yang menguntungkan imperialis AS dan tuan tanah feodal. Hingga saat ini, sistem pendidikan yang tidak ilmiah, tidak demokratis dan tidak mengabdi kepada rakyat melahirkan sarjana, master, dan profesor, yang menjadi hamba perusahaan-perusahan imperialis AS dan tuan tanah feodal.
Sementara itu, lapangan pekerjaan adalah tempat bagi pemuda untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya sebagai tenaga produktif bangsa. Namun, sempitnya lapangan pekerjaan dan ketiadaan pekerjaan layak, menciptakan pemuda penggangguran, hanya bekerja serabutan, serta tidak bekerja sesuai dengan disiplin ilmu dan keahliannya untuk mendukung pembangunan nasional yang mengabdi kepada rakyat. Dari angkatan kerja 2024 sebanyak 149,38 Juta orang, terdapat 7,2 juta pengangguran dan 2,11 Juta setengah pengangguran. Menurut Badan Pusat Statistik, lulusan universitas menyumbang angka 5,18% dalam jumlah pengangguran. Dari total angkatan kerja yang beruntung mendapat pekerjaan, separuhnya (59,17%) adalah pekerja non-formal dan serabutan. Situasi jumlah pengangguran yang tinggi ini dipertahankan oleh rezim boneka untuk melegitimasi politik upah murah. Jika pemuda sebagai tenaga produktif tidak diberikan akses atas lapangan pekerjaan, pemuda pun terhambat untuk dapat mendukung reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional sebagai syarat kemajuan rakyat Indonesia.
Akhirnya, mahalnya pendidikan dan ketiadaan lapangan kerja mendorong pemuda menjadi lumpen proletariat perkotaan atau pedesaan yang tidak memiliki alat produksi serta bertahan hidup melalui tindakan anti sosial seperti merampok, mencuri, memakai obat terlarang, premanisme, dll., dengan karakter dan kebudayaan terbelakang. Tanpa ketersediaan lapangan pekerjaan dan pendidikan, pemuda tak akan mampu mengembangkan dan membentuk diri sebagai tenaga produktif masyarakat.
Semua pemaparan di atas telah menunjukkan kepada kita, bahwa Jokowi dalam 10 tahun pemerintahanya telah gagal menjawab problem pokok pemuda atas pendidikan dan pekerjaan. Sekarang, Jokowi telah digantikan oleh Prabowo-Gibran, pasangan pelanggar HAM dan anak haram konstitusi, yang telah melanggengkan segala macam cara busuk untuk naik ke kursi Presiden dan Wakil presiden. Dalam Kabinet “Merah Putih”nya, Prabowo-Gibran memilih Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Ia adalah Direktur Jenderal Perguruan Tinggi (Dirjen Dikti) 1999-2007. Dalam masa jabatannya sebagai Dirjen Dikti pada Desember 2000, ia mengubah UI, IPB, ITB, dan UGM menjadi Perguruan Tinggi – Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN), prototipe dari status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), yang berusaha melepaskan kampus dari pendanaan negara, berkedok otonomi akademik dan non-akademik. Ia juga menginisiasi program World Class University serta mendukung program triple helix (kerjasama negara-kampus-korporasi). Keduanya sukses memaksa sivitas akademika mengotak-atik statistik, mensiasati akreditasi, mahasiswa, juga mengeluarkan jurnal semata-mata demi hasrat pemeringkatan milik asing dan komersialisasi riset demi kucuran dana perusahaan; menambal anggaran yang dipotong negara. Semua ini dilanjutkan dengan sangat apik oleh Nadiem Makarim dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Kini, tidak kurang dari 55 Perguruan Tinggi Negeri berstatus Badan Layanan Umum (BLU) sedang didorong untuk menjadi PTNBH seluruhnya. Pelantikan Satryo Soemantri dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, adalah lonceng peringatan darurat liberalisasi pendidikan yang semakin kronis kedepannya.
Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Belajar dari Mahasiswa Cekoslowakia 1939, Bersatu dan Berjuang Merebut Hak Atas Pendidikan dan Pekerjaan!
Sejarah panjang perjuangan mahasiswa Cekoslowakia pada 1939 melawan penindasan Nazi yang melahirkan hari pelajar internasional dan problem pokok pemuda di bawah pemerintahan boneka Prabowo-Gibran, telah memberikan pelajaran berharga kepada pelajar dan mahasiswa di Indonesia, terkhusus Keluarga Mahasiswa Cibaliung (Kumaung), untuk dapat menuntut hak dasar pemuda atas pendidikan dan lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu, sebagai organisasi massa pemuda mahasiswa Cibaliung yang telah menegakkan diri sebagai alat perjuangan mahasiswa dan rakyat Cibaliung khususnya serta mahasiswa dan rakyat Indonesia pada umumnya, Keluarga Mahasiswa Cibaliung (Kumaung), dalam momentum hari pelajar internasional yang jatuh pada 17 November 2024, menyerukan kepada anggota di seluruh cabang dan komisariatnya untuk belajar dan menyerap semangat mahasiswa Cekoslowakia 1939, bersatu dengan pemuda di semua sektor (buruh, tani, pelajar, mahasiswa, dll) di tiap-tiap wilayah kerjanya, untuk berjuang merebut hak atas pendidikan dan lapangan pekerjaan. Kami juga menyerukan kepada pemuda mahasiswa Indonesia untuk bangkit, bersatu, dan berjuang bersama dalam tuntutan itu.
“Kebenaran tidak turun dari langit, kebenaran harus diperjuangkan agar tetap menjadi benar. Kita harus turun ke desa-desa, mencatat sendiri semua gejala, menghayati persoalan, dan menciptakan perubahan yang nyata”.
Primordialisme-Nasionalisme!
Hormat Kami,
Anggota Presidium Kumaung Pusat
Fahman Falahi
Sekretaris Presidium Kumaung Pusat
Abdul Azis
Ketua Presidium Kumaung Pusat
Muhamad Hafidudin