Organisasi Lebih dari Sekadar Wadah untuk Pengembangan Diri!

Ruang Opini64 Dilihat

Tulisan ini merupakan bantahan argumentasi M. Rouf Didi Sutriadi (yang saya panggil “Rouf”) dalam tulisannya “Untuk Berkembang Apakah Perlu Organisasi?” 👇

 

Oleh : Muhamad Hafidudin – Mahasiswa S1 Universitas Alma Ata Yogyakarta

Terlalu remeh jika organisasi hanya dijadikan wadah untuk pengembangan diri dan atau sekadar meningkatkan skill intrapersonal, semenjak era kolonialisme belanda hingga saat ini, organisasi bahkan dijadikan alat pembebasan dari penindasan dan penghisapan: H.O.S. Tjokroaminoto dan berbagai tokoh lainnya pada era kolonialisme belanda dengan organisasi sarekat islamnya memperjuangkan hak-hak ekonomi dan politik kaum pribumi Indonesia dari kebijakan kolonial belanda yang kemudian organisasi itu melahirkan tokoh-tokoh penting dalam kemerdekaan Indonesia yaitu Soekarno, Agus Salim, Semaoen, Musso, Alimin, Kartosuwiryo, dlsb; gerakan reformasi 98 yang kemudian menghasilkan reformasi politik, ekonomi, dan sosial (meski akhirnya dikorupsi) juga merupakan perjuangan sekumpulan organisasi mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat yang sadar akan penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru; dan gerakan reformasi dikorupsi yang menuntut dipertahankannya capaian reformasi 98 juga merupakan perjuangan sekumpulan organisasi mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat yang menolak “reformasi dikorupsi.”

Hal yang juga masih linier dengan pernyataan di atas, organisasi digunakan sebagai alat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beragam bentuk sesuai dengan paradigma organisasinya masing-masing. Tapi lantas bukan berarti kita harus menegasikan fakta bahwa karier anggota organisasi merupakan sesuatu yang penting untuk diperhatikan karena hal tersebut berkaitan dengan keberlangsungan hidup anggota organisasi tersebut, maka mari kita berbicara organisasi dalam konteks pengembangan diri yang dalam hal ini adalah meningkatkan intrapersonal skill.

Namun sebelum itu, penulis ingin menentang definisi Rouf tentang intrapersonal skill:

Intrapersonal skill adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik, mencakup kemampuan untuk memahami nilai-nilai, keyakinan dan tujuan diri sendiri.

Interpersonal skill adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif dan efisien, mencakup kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, memimpin, mengelola konflik, dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain.

Soft Skill merupakan gabungan dari “intrapersonal skill” dan “interpersonal skill” (bagian integral dari soft skill).

Hard skill adalah kemampuan teknis atau keahlian yang spesifik dan diperoleh melalui pelatihan atau pendidikan, mencakup coding, desain, menulis, kemampuan akademik di bidang tertentu dlsb.

Sementara menurut Rouf bahwa intrapersonal skill mencakup fasih berbahasa inggris, otak-atik hardware komputer, kemampuan mengenai software, editing foto dlsb, padahal apa yang dijelaskannya tentang intrapersonal skill justru adalah gabungan dari soft skill dan hard skill. Jika kita bedah kata perkata bahwa intrapersonal skill terdiri dari tiga kata: “intra” yang artinya bagian dalam, “personal” yang artinya bersifat pribadi; dan skill (kemampuan) yang artinya kesanggupan, silahkan integrasikan sendiri dengan definisi intrapersonal skill yang dipaparkan penulis di atas, yang jelas penulis menganggap bahwa yang dimaksud Rouf tentang Intrapersonal skill adalah soft skill dan hard skill yang memang sangat dibutuhkan bahkan wajib dibutuhkan bagi seorang pemimpin, pekerja, dan berbagai macam karier lainnya.

Sekarang mari pergi pada fakta organisasi di lapangan, fakta di lapangan menjelaskan bahwa yang dilakukan organisasi (terutama organisasi mahasiswa) melalui visi misi yang dimanifetasi menjadi program kerja atau semacamnya selalu berorientasi kepada kepentingan banyak orang. Terbukti sepuluh dari sepuluh organisasi yang berbeda bidang geraknya menyatakan bahwa organisasi mereka berorientasi untuk kepentingan banyak orang. Tentu fakta itu sekilas terlihat bertentangan dengan organisasi sebagai wadah pengembangan diri dan atau peningkatan soft skill dan hard skill anggota organisasi, akan tetapi bisa kita cermati kembali bahwa tanpa kita menghabiskan energi untuk memikirkan apakah kita dapat meningkatkan soft skill dan hard skill dalam organisasi, ternyata algoritma organisasi sudah memungkinkan kita untuk bisa meningkatkan soft skill dan hard skill. Terbukti dari mini riset yang dilakukan penulis, sepuluh dari sepuluh responden yang berbeda-beda organisasinya menyatakan bahwa organisasi mereka berpengaruh terhadap peningkatan soft skill dan hardskil. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentasi pengaruh organisasi terhadap peningkatan soft skill dan hard skill mencapai 100% dari sepuluh responden.

Merujuk pada QS. Al-isra’: Ayat 7

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ

“Jika kamu berbuat baik, kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri”

Nah, sekarang mari hubungkan teori teologi tersebut dengan fakta biologi yang paling dekat dengan kehidupan kita, jika kita menanam dan merawat tanaman, maka kita akan menikmati hasil dari tanaman tersebut. Atau dalam fakta teknologi yang dalam hal ini adalah kecerdasan buatan, jika kita merancang sebuah model mesin untuk menirukan dan atau mensimulasikan kecerdasan manusia, tidak lain dan tidak bukan rancangan model mesin tersebut bertindak sesuai perintah pemrogram (developer, engineer, dsb) yang tentunya beriorientasi untuk kepentingan pemrogram tersebut.

Fakta biologi dan teknologi tersebut merupakan contoh mutualisme antara manusia dengan tanaman, dan antara manusia dengan teknologi, di mana jika kita melakukan sesuatu untuk sesuatu yang di luar dari diri kita, sesungguhnya kita melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri, termasuk berorganisasi yang orientasinya untuk kepentingan bersama, tentu orientasi tersebut sebenarnya untuk diri kita sendiri yang salah satunya adalah meningkatkan soft skill dan hard skill kita sebagai anggota organisasi, bahkan sampai saat ini penulis sulit berfikir bagaimana seseorang memiliki soft skill jika dia tidak berorganisasi, karena organisasi memungkinkan mahasiswa untuk berdiskusi, berkomunikasi, melakukan pelatihan, menyelesaikan masalah, dan masih banyak lagi sehingga hal tersebut jelas akan meningkatkan soft skill dan hard skill setiap anggota organisasi (yang terlibat aktif).

Sebagai kesimpulan akhir penulis tutup dengan sebuah fakta antropologi. Secara antropologi manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan untuk hidup secara berkelompok atau komunal. Hal ini dapat dilihat dari sejarah evolusi manusia, di mana manusia telah hidup dan berinteraksi dalam kelompok sejak masa prasejarah. Berorganisasi adalah kecenderungan kita sebagai manusia, berorganisasi memungkinkan kita saling mendukung dan membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, termasuk untuk meningkatkan soft skill dan hard skill individu anggota organisasi.