Konflik Myanmar yang mempengaruhi ASEAN

Ruang Opini14 Dilihat

Ajib Nugraha 

Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Jakarta 

Apa yang sedang terjadi di Myanmar merupakan rangkaian konflik yang terjadi antara pemerintah dengan militer yang kemudian menjadi sebuah topik yang cukup ramai di ranah internasional, konflik ini di picu dengan adanya kudeta yang dilakukan oleh militer yang di pimpin oleh Min Aung Hlaing. Awal mula militer Myanmar mengatakan adanya sebuah kecurangan dalam daftar pemilihan pemungutan suara yang berlangsung pada bulan November 2020, meski demikian komisi pemilihan Myanmar mengatakan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mendukung hal tersebut. Artinya militer asal klaim tentang adanya kecurangan dalam pemungutan suara. Kemudian militer menangkap pimpinan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yaitu Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint serta beberapa petinggi Pemerintahan yang merupakan orang-orang penting dari pemerintahan Myanmar.

Dalam sebuah siaran milik militer yaitu, Myawaddy Tv mengumumkan pengambilan alih kekuasaan dari pemerintah ke tangan militer atas kegagalan pemerintah untuk melakukan pemeriksaan kecurangan tersebut. Militer juga berpendapat bahwa pemerintah gagal menunda pemilihan karena virus Covid-19. Tindakan yang dilakukan militer dianggap benar secara sepihak oleh militer Myanmar, banyak pihak dari Myanmar bahkan dari luar Myanmar mengatakan apa yang dilakukan oleh militer terhadap pemerintahan yang masih berkuasa merupakan tindakan kudeta. Kemudian kekuasaan Myanmar sekarang di ambil alih oleh panglima tertinggi militer yakni, Min Aung Hling. Dia merupakan seseorang yang memiliki pengaruh politik signifikan, dan berhasil mempertahankan kekuasaan Tatmadamw ( militer Myanmar) meski keadaan saat ini negara Myanmar dalam masa transisi menuju Demokrasi.

Min Aung Hlang inilah yang merupakan sosok di balik terjadinya kudeta militer, Hlang banyak menerima kecaman dan sanksi internasional atas dugaan sosok dibalik terjadinya kudeta dan serangan-serangan militer terhadap etnis minoritas di Myanmar. Dalam pertemuan pers pertama kali yang dilakukannya di depan publik, Hlang berpendapat bahwa apa yang dilakukannya ini benar dengan menyebut militer berada di pihak rakyat dan akan membentuk demokrasi yang benar dan adil. Hlang juga mengatakan, Militer akan mengadakan pemilihan yang bebas dan adil usai keadaan darurat selesai. Hlang mengumumkan status darurat, menerapkan jam malam pukul 20.00 hingga 4.00 pagi dan melarang pertemuan warga lebih dari lima orang. Kondisi Myanmar pada saat ini, sedang memanas antara sipil dengan masyarakat yang menganggap apa yang dilakukan oleh militer merupakan kudeta terhadap kekuasaan pemerintah, banyak demonstran yang memprotes hal tersebut lantaran banyak akses yang di kurangi oleh militer saat ini, seperti putusnya sinyal televisi, akses telepon dan internet di Naypyitaw, ibu kota Myanmar. Ada beberapa larangan-larangan yang di buat militer Myanmar terhadap rakyat Myanmar, tidak di izinkannya penerbangan penumpang sampai layanan telepon di beberapa negara itu terputus.

Gelombang protes menentang adanya kudeta yang dilakukan militer Myanmar terus membludak bahkan tidak adan tanda-tanda akan segera menyurut. Protes masal ini ditandai dengan adanya gerakan pembangkangan sipil, mereka melakukan demonstrasi turun ke jalan untuk menentang kudeta militer Myanmar. Para demonstrasi tak ada rasa takut meski militer mengancam akan menembak siapa pun yang membuat kericuhan. Alasan karena para demonstrasi antusias untuk turun ke jalan adalah kekecewaan rakyat atas adanya kudeta militer ini, yang telah melakukan penindasan kebebasan suara dalam pemilihan yang diselenggarakan pada bulan November 2020 lalu dirampas oleh militer atas klaim sepihak militer adanya tindakan kecurangan. Kemudian alasan kedua, rakyat Myanmar khawatir mengenai kebebasannya di ambil alih militer seperti yang pernah terjadi selama beberapa dekade silam, yang kemudian kebebasan ini dapat di rasakan secara bertahap sesudah ada pemerintahan transisi pada tahun 2011 hingga pemerintahan demokrasi pertama hasil pemilu pada tahun 2015 yang kemudian digulingkan lewat kudeta militer pada awal Februari 2021 lalu..

Secara garis besar ASEAN merupakan pasar ekonomi terbesar ketiga di kawasan Indo-Pasifik dan pasar ekonomi terbesar kelima di dunia. Kue PDB pada tahun 2018 melebihi US $ 2,8 triliun. Nilainya lebih besar dari Australia, India, Taiwan dan Korea Selatan. Oleh karena itu, keamanan kawasan berdampak besar pada stabilitas pasar. Dari sisi geopolitik, yang terjadi di Myanmar saat ini merupakan ancaman terhadap pertumbuhan PDB dan neraca perdagangan di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, meskipun Pasal 2 ayat (2) Piagam ASEAN memuat konsep non-interferensi, namun sebenarnya ASEAN telah memberikan kontribusi yang kuat untuk menekan kudeta tersebut. Hal inilah yang menjadikan ketakutan bagi negara-negara anggota ASEAN, tentu ini akan mengganggu stabilitas kawasan Asia Tenggara baik dari segi ekonomi maupun keamanan maka jalan yang harus ditempuh untuk menghindari banyaknya konflik ASEAN harus melalukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang berfokus menyelesaikan konflik kudeta Myanmar.